Berbaur
dan bertebarnya berbagai kultur, menjadikan pemandangan semu (pseudo) antara
kultur yang sebenarnya ajaran Rasulullah SAW dan kultur yang muncul setelah
Rasulullah SAW wafat sehingga muncul berbagai pertentangan. Sepertinya yang
satu sebagai pembela dan lainnya sebagai penentang. Satunya merasa tersingkir
dan yang lainnya merasa memdominasi. Terlepas dari praduga dan pretensi di
atas, Ahlussunnah wal-Jama’ah tetap mempunyai karakteristik yang menonjol
diantara model-model /type-type kultur lain yang muncul karena proses sejarah
misalnya. Atau sengaja dilahirkan oleh suatu golongan untuk
mempertahankan otoritasnya.
Ciri-ciri spesifik yang menonjol dan dipertahankan
Ahlussunnah wal-Jama’ah adalah banyak sekali. Sehingga ciri-ciri tersebut
menjadi tanda
khusus yang membedakan Ahlussunnah dan lainnya.
Namun sebelum sampai pada penjabaran budaya Ahlussunnah,
perlu sekali diketahui bentuk-bentuk tradisi masyarakat yang tidak
mencerminkan budaya Ahlussunnah, agar dihindari oleh warga Ahlussunnah. Di antarnya
adalah:
1.
|
Mengagung-agungkan
berbagai kesenian yang munkar, seperti seni musik, seni rupa, wayang,
kethoprak, ludruk, seni tari, dsb.
|
2.
|
Mencurahkan
segala daya dan upaya untuk mengkaji pengetahuan ilmu umum sampai
menelantarkan pendidikan agama yang merupakan bekal untuk meraih
kesejahteraan dunia akhirat.
|
3.
|
Semaraknya
Musabaqoh Tilawatil Qur’an dengan menekankan model irama yang menghilangkan
ketajwidan al-Qur’an dan at-Tadabbur. Dan celaka lagi musabaqoh tersebut
dijadikan sebagai sarana untuk ikhtilath bainar rijaal wan nisaa’/ ajang
menampilakan alunan suara wanita.
|
4.
|
Ditinggalkannya
pelatihan diri dan perlombaan yang mengarah pada persiapan membela agama dan
negara, seperti latihan naik kuda, memanah (munadlolah) dan
lain-lain.
|
5.
|
Terlalu
menghabiskan waktu untuk memperhatikan perlombaan yang sifatnya hanya gerak
badan saja dan hura-hura, sampai mengenaympingkan urusan sholat, seperti
sepak bola dan lain-lain.
|
Sedangkan budaya yang
merupakan ciri khas Ahlussunnah adalah:
1.
|
Meramaikan
bulan suci Romadlon dengan pengkajian kitab-kitab Hadits, Tafsir maupun
lainnya serta bertadarus al-Qur’an dan sholat Tarawih.
|
2.
|
Menjalankan
qunut subuh biarpun terdapat khilafiyyah antara para Ulama’ dalam masalah
tersebut.
|
3.
|
Menempatkan
putra-putri sunniyyin di pondok-pondok pesantren
maupun madrasah diniyyah untuk mengkaji dan menghidupkan ilmu agama.
|
4.
|
Adanya
beberapa thoriqoh demi taqorrub ilalloh, namun dengan syarat tidak terjadi
ikhtilath antara lelaki dan perempuan atau fanatik berlebihan.
|
5.
|
Memperhatikan
jama’ah sholat fardlu di Masjid dan surau-surau pada awwal waktu, dan harus
ikhlas serta khusyu’ didalam menjalankanya.
|
6.
|
Ziarah kubur
Auliya’ untuk bertawassul dengan tanpa adanya hal-hal munkar, Tahlilan,
Berzanjenan dan manaqiban, namun dengan syarat tidak berlebihan dalam
I’tiqodnya pada syekh Abdul Qodir, seperti membaca dengan serentak “Syekh
Abdul Qodir Waliyulloh” setelah membaca dua kalimat Syahadat. Dan
amalan-amalan di atas tidaklah budaya Syi’ah, sebab ziarahnya orang syi’ah
tidak memakai bacaan ayat-ayat al-Qur’an, juga tidak membaca tahlil tasbih
tahmid, bisanya cuma memberi kata-kata pujaan berlebihan pada Imam-imam
mereke. Dan dalam berzanji maupun diba’ disebutkan pujian terhadap sahabat
Nabi SAW. Di samping itu, Syekh ad-Dziba’I mempunyai kitab hadits bernama
Taisirul Wushul yang di dalamnya disebutkan fadloilus shohabat, dan shohabat
Abu Bakar ditempatkan pada peringkat pertama. Sedangkan Qoshidah نحن جيران بذا الحرم إلخ itu
adalah milik al-Habib Abdulloh al-Haddad yang telah kami nukilkan aqidahnya
yang berhaluan ahlussunnah wal jama’ah.
|
7.
|
Menyantuni
anak yatim, faqir miskin maupun para janda yang punya anak banyak, serta
melindungi mereka dari penindasan.
|
8.
|
Bagi alumni
pesantren hendaknya sering sowan kepada gurunya untuk konsultasi dengan
memohon petunjuk di dalam menjalankan da’wahnya. Demikian
pula bagi para kiainya hendaknya mengunjungi / mengecek mereka; apakah
benar-benar sudah melaksanakan tugasnya dengan baik.
|
9.
|
Takbiran
pada malam hari raya ddengan tanpa diikuti penabuhan beduk. Sebab mengiringi dzikrulloh dengan
tabuhan adalah bid’ah. Apalagiaalatul malaahi.
|
10.
|
Mempermudah
urusan Haji dan Umroh sehingga tidak menimbulkan keresahan dikalangan kaum
Muslimin.
|
11.
|
Mengadakan
bahtsul masa’il dengan dihadiri tokoh yang benar-benar ahli dalam bidang
agama. Mengamalkan ru’yatul hilal untuk mengetahui awwal Romadlon dan
Syawwal.
|
12.
|
Mendirikan
paguyuban keluarga demi mempererat persaudaraan.
|
13.
|
Menghafalkan
al-Qur’an dengan memperhatikan tajwidnya, dan lain sebagainya.
|
قال الإمام الغزالي في الإحياء: الثاني: المبتدع الذي يدعو إلى بدعته. فإن كانت البدعة بحيث يكفر بها فأمره أشد من الذمي لأنه لا يقر بجزية ولا يسامح بعقد ذمة وإن كان ممن لا يكفر به فأمره بينه وبين اللـه أخف من أمر الكافر لا محالة, ولكن الأمر في الإنكار عليه أشد منه على الكفر لأن شر الكافر غير متعد, فإن المسلمين اعتقدوا كفره فلا يلتفتون إلى قولـه إذ لا يدعي لنفسه الإسلام واعتقاد الحق. أما المبتدع الذي يدعوا إلى البدعة ويزعم أن ما يدعو إليه حق فهو سبب لغواية الخلق فشره متعد, فالاستحباب في إظهار بغضه ومعاداته والانقطاع عنه وتحقيره والتشنيع عليه ببدعته وتنفير الناس عنه أشد - إلى أن قال – قال صلى اللـه عليه وسلم: (من انتهر صاحب بدعة ملأ اللـه قلبه أمنا وإبمانا, ومن أهان صاحب بدعة أمنه اللـه يوم الفزع الأكبر, ومن ألان لـه وأكرمه أو لقيه ببشر فقد ا ستخف بما أنزل اللـه على محمد صلى اللـه عليه وسلم). (رواه أبو نعيم في الحلية والـهروي في ذم الكلام من حديث ابن عمر). الثالث: المبتدع العامي الذي لا يقدر على الدعوة ولا يخاف الاقتداء به فأمره أهون فالاولى أن لايقابح بالتغليظ والإهانة بل يتلطف به في النصح. (إحياء علوم الدين: جـ:2/ صـ:184-183).
قال الشيخ هاشم أشعري رحمه اللـه في القانون الأساسي لجمعية نهضة العلماء: وإذا تعين الاعتماد على أقاويل السلف فلا بد من أن تكون أقاويلـهم التي يعتمد عليها مروية بالإسناد الصحيح أو مدونة في كتب مشهورة وأن تكون مخدومة بأن يبين الراجح من محتملاتها ويخصص عمومها في بعض المواضع ويقيد مطلقها في بعض المواضع ويجمع المختلف فيها ويبين علل أحكامها وإلا لم يصح الاعتماد عليها. وليس مذهب في هذه الأزمنة المتأخرة بهذه الصفة إلا هذه المذاهب الأربعة. اللـهم إلا مذهب الإمامية والزيدية وهم أهل البدعة لا يجوز الاعتماد على أقاويلـهم. (صـ: 55-57/ طـ: مارا قدس).
Sumber : ahadan.blogspot.com